Mengenai Saya

Foto saya
Ambon, 30 November 1982

Kamis, 24 Februari 2011

 Mohamad Rumakat, Firman Kabalmay, Sharul Pangeran
 Isti Bactiar Latar, Firman Kabalmay
Isti Bactiar Latar, Rizal Ufer S
 DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
PEMERINTAH KOTA TUAL

Rabu, 23 Februari 2011

SET NET SEBAGAI ALTERNATIF ALAT TANGKAP IKAN HEMAT ENERGI

Pada saat ini nelayan dan pengusaha perikanan tangkap dipusingkan dengan harga bahan bakar minyak yang cukup tinggi dan ditambah lagi semakin sulit atau jauh mencari daerah penangkapan ikan. Dengan keadaan seperti ini tentu sangat diperlukan untuk mencari alternatif jenis alat tangkap yang pengopeasiannya hemat energi (bahan bakar minyak) dimana set net kemungkinan dapat dikembangkan. Set net atau sero jarring adalah sejenis alat tangkap ikan bersifat menetap dan berfungsi sebagai perangkap ikan dan biasanya dioperasikan di perairan pantai. Ikan umumnya memiliki sifat beruaya menyusuri pantai, pada saat melakukan ruaya ini kemudian dihadang oleh jaring set net kemudian ikan tersebut tergiring masuk ke dalam kantong. Ikan yang telah masuk ke dalam kantong umumnya akan mengalami kesulitan untuk keluar lagi sehingga ikan tersebut akan mudah untuk ditangkap dengan cara mengangkat jarring kantong. Satu unit set net terdiri dari beberapa bagian yakni penaju (leader net), serambi (trap/play ground), ijeb-ijeb (entrance) dan kantong (bag/crib).
Jenis alat tangkap set net banyak dioperasikan oleh nelayan di Jepang sejak ratusan tahun yang lalu dengan berbagai ukuran yakni kecil, sedang, dan besar. Set net berukuran kecil umumnya dengan panjang penaju kurang dari 500 m dipasang pada kedalaman perairan kurang dari 20 m, sedang yang berukuran besar memiliki panjang penaju antara 4000-5000 m dan dipasang pada perairan dengan kedalaman antara 30 – 40 m. Berbagai jenis ikan yang tertangkap oleh set net di Jepang antara lain: sardine, ekor kuning, salmon, dan tuna. Produksi perikanan dari hasil tangkapan set net di Jepang dapat mencapai 3 % dari produksi total dari hasil tangkapan perikanan laut.
Di Indonesia terdapat berbagai jenis alat tangkap sejenis set net seperti jermal, sero, ambai, belat dan perangkap lainnya. Perbedaan jenis alat tangkap ini dengan set net adalah bahan yang digunakan yakni sebagian besar dari bambu, kecuali bagian kantong yang terbuat dari jaring. Jenis ikan yang tertangkap juga berbeda dimana alat tangkap perangkap (trap) di Indonesia umumnya menangkap jenis ikan demersal seperti layur, petek dan sebagian jenis ikan pelagis seperti sardine dan tembang. Namun pada prinsipnya hampir sama yakni menghadang ruaya ikan kemudian diarahkan masuk ke dalam perangkap/trap dan akhirnya ke kantong.
Uji Coba Set Net di Indonesia
Perikanan set net di Indonesia baru dalam taraf penelitian atau uji coba dan belum dikembangkan oleh nelayan secara komersial. Uji coba alat set net pertama kali dilakukan oleh Balai Riset Perikanan Laut/Balai Penelitian Perikanan Laut di perairan Pacitan Jawa Timur pada tahun 1981. Pada tahun yang sama dilakukan juga uji coba di perairan Bajanegara Banten, kemudian diikuti uji coba di Prigi Jawa Timur pada tahun 1982 dan di perairan Selat Sunda, Banten pada tahun 1990 dan 1993. Set net yang diujicoba berukuran relatif kecil dengan panjang penuju antara 100-300 m dan dipasang di perairan pantai dengan kedalaman kurang dari 10 m.
Pada saat uji coba dilakukan penangkatan hasil tangkapan ikan dari kantong setiap hari. Rata-rata hasil tangkapan ikan berkisar antara 20-30 kg/angkat. Hasil tangkapan tertinggi pernah mencapai 100 kg/angkat pada saat dilakukan uji coba di Pacitan. Jenis ikan yang tertangkap saat itu didominasi oleh ikan demersal yang beruaya mengikuti pergerakan pasang surut seperti ikan layur, petek, mata besar dan sebagian ikan pelagis sejenis sardine.
Selanjutnya kegiatan ujicoba set net juga dilakukan oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap di perairan Sorong Papua Barat pada tahun 2006. Tipe set net yang diujicoba hampir sama dengan uji coba sebelumnya namun memiliki ukuran yang lebih besar (penaju sekitar 500 m) dan dipasang di perairan yang lebih dalam (lebih dari 20 m).
Kelebihan dan Kelemahan Set Net Kelebihan
  • Hemat bahan bakar karena alat dipasang menetap sehingga kapal tidak perlu berlayar jauh untuk mencari daerah penangkapan.
  • Jaring set net yang terpasang di laut dapat digunakan sebagai tempat berlindung (shelter) ikan-ikan yang berukuran kecil sehingga tidak dimakan predator.
  • Hasil tangkapan ikan relatif segar/masih hidup dan dapat diangkat/diambil sesuai dengan kebutuhan pasar.
  • Mudah dipindahkan dibanding dgn jenis trap yang ada di Indonesia.
  • Sangat sesuai untuk pengembangan usaha perikanan skala menengah kebawah.
Kelemahan
  • Hasil tangkapan set net sangat tergantung pada ruaya ikan sehingga untuk memasang set net harus diketahui jalur ruaya ikan terlebih dulu.
  • Jika digunakan penaju (lead net) cukup panjang akan mengganggu alur pelayaran kapal dan juga pengoperasian alat tangkap lain.
  • Tidak semua ikan tertangkap di dalam kantong, kadang-kadang tertangkap juga secara “gilled or entangled” di bagian penaju (lead net) atau serambi (trap net) terutama yang menggunakan bahan jarring sehingga diperlukan pekerjaan tambahan untuk memeriksa bagian tersebut.
  • Jaring harus sering dibersihkan terutama bagian kantong karena banyak ditempeli oleh kotoran dan teritip.
Kemungkinan Pengembangannya
Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan memiliki garis pantai sekitar 81.000 km dengan berbagai teluk dan semenanjung. Dengan topografi seperti ini maka wilayah perairan laut Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan perikanan set net. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebelum pemasangan set antara lain: ketersedian sumber daya ikan yang menjadi tujuan penangkapan, pola ruaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan, kondisi perairan dimana set net akan dipasang (topografi dasar, keadaan arus, pasang surut, dan gelombang).
Pengembangann alat tangkap set net sebaiknya dilakukan di wilayah perairan Indonesia bagian timur karena disamping alasan sumberdaya ikan yang masih tersedia dan juga apabila dipasang dengan ukuran yang besar tidak terlalu mengganggu arus pelayaran dan pengoperasian alat tangkap lain. Jika dikembangkan di wilayah Indonesia timur tinggal memikirkan bagaimana cara pemasaran hasil tangkapannya.

Pemkot Tual Siapkan Rencana Induk Minapolitan

Pemerintah Kota (Pemkot) Tual sedang mempersiapkan rencana induk kawasan minapolitan berbasis kelautan dan perikanan agar pengembangannya lebih optimal dan berdampak besar bagi kesejahteraan masyarakat.
“Master plant sedang dibuat dan pengembangannya diharapkan menciptakan agri bisnis baru bagi masyarakat di Kota Tual,” kata Wali Kota Tual, MM. Tamher, di Ambon, Sabtu.
Dia mengatakan, pengembangan minapolitan akan dilakukan secara terpadu di Desa Ngadi dengan melibatkan investor yang telah menanamkan modalnya di sektor kelautan dan periknan yakni PT. Maluku Timur Jaya (MTJ).
PT. MTJ, katanya, merupakan salah satu investor yang selama ini mengembangkan dan menggerakkan sektor kelautan dan perikanan di Kota Tual, dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Kami juga terus mengarahkan PT. MTJ untuk bermitra dengan nelayan di Tual dan sekitarnya, terutama dalam pembelian hasil tangkapan dan budidaya ikan yang dibutuhkan perusahaan itu untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke luar negeri,” katanya.
Pemkot Tual, lanjutnya, saat ini sedang menggodok peraturan daerah (Perda) yang mengatur tentang sistem dan aturan adat “sasi” (larangan mengambil sesuatu sebelum waktu panen-red).
“Rancangan Perdanya sudah siap dan akan disampaikan untuk dibahas DPRD Tual dan diharapkan, akan selesai dan ditetapkan menjadi Perda awal 2011 mendatang,” katanya.
Pembuatan perda sasi itu, katanya, dirasakan sangat perlu dan mendesak, sebagai salah satu jaminan bagi kelangsungan pengembangan investasi di Kota Tual.
“Selama ini warga di Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara sesuka hati memasang tanda sasi di perusahaan maupun kantor-kantor dengan alasan tidak jelas dan hanya karena tidak suka dengan kebijakan tertentu saja,” katanya.
Padahal, menurutnya, sasi merupakan pranata sosial yang masih berlaku dan dipegang teguh masyarakat di Maluku, termasuk Kota Tual, dengan tujuan untuk menjamin kelestarian sumber daya alam sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan.
“Yang terjadi saat ini pemberlakuan sasi sudah melenceng dari tujuan sebenarnya dan sering dilakukan untuk memenuhi ambisi dan kepentingan golongan tertentu saja. Pembuatan dan penerapan perda sasi diharapkan dapat mengembalikan sasi kepada fungsi yang sebenarnya,” ujarnya.
Dengan perda sasi itu diharapkan investor lebih berani menanamkan modalnya dalam skala besar di berbagai sektor di Tual, sehingga potensi sumber daya alam yang kaya dapat dimanfaatkan optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
“Kami berharap pengembangan kawasan minapolitan dapat menjadi lokomotif untuk menggerakkan sektor kelautan dan perikanan Tual di masa mendatang,” ka

Selasa, 22 Februari 2011

Dinas Kelautan, Perikanan Kota Tual Siap Pamerkan Komoditi Unggulan di Sail Banda

Dinas kelautan dan Perikanan Kota Tual bertekad untuk mengikuti akan mempromosikan komoditi unggulan pada event internasional sail banda 20100 nanti. Hal itu diakui, Kadis Kelautan dan Perikanan Kota Tual, Sam Wusurwut kepada titah siwalima diruang kerjanya Selasa (27/7).

Menurutnya pada kegiatan nantinya pihaknya telah menyediakan serangkaian kegiatan untuk mengikuti  pameran yang digelar pada sail banda diantaranya, pameran Siput In Fishiring invesment Expose yang dirangkai dengan Maluku Exspose 2010.

“Kegiatan ini akan berlangsung pada 31 Juli mendatang yang akan dilaksanakan di Ambon. Dengan acaya kegiatan ini dirinya berharap hasil-hasil laut Kota Tual yang merupakan komoditi unggulan bisa menarik minat para investor asing untuk menanamkan modalnya di Kota Tual,” terang Wusurwut.

Disamping itu Wusurwut mengakui, yang merupakan komoditi unggulan Dinas Perikanan kita adalah rumput laut dan komoditi dan semua proses pengolahan itu dilakukan oleh staf Dinas Perikanan Kota Tual.
“Saat kegiatan berlangsung sejumlah staf akan kita libatkan. Oleh karena itu kita berharap agar ada infestor yang tertarik untuk bekerja sama dengan kita dan tidak hanya pada ikan dan udang tetapi juga rumput laut.

Rumput Laut Merupakan Prioritas Pemberdayaan Warga Tual

Wakil Walikota Kota Tual, Adam Rahayaan mengatakan, Pemerintah Kota Tual akan memprioritaskan pembudidayaan rumput laut untuk memberdayakan masyarakat Dana pemberdayaannya, kata Rahayaan kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, kemarin, telah dimasukan kepada Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) Tahun 2010, guna memfasilitasi pengelolaannya, baik dari alat tangkap maupun alat penggunaan mengelola rumput laut

Pemberdayaan ini dilakukan, katanya, karena daerah-daerah yang wilayahnya masuk pada Kota Tual memiliki sumber daya rumput laut yang cukup besar, sehingga perlu uluran tangan untuk lebih menghasilkan kualitas rumput yang berkelas.

Dikatakan, Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan telah melakukan kerjasama dengan Dinas Perikanan Kota Tual dalam menggagas pemberdayaan rumput laut, untuk melakukan pelatihan kepada masyarakat setempat tentang tata cara budidaya rumput laut 

Dengan dibuat usaha yang matang kepada petani rumput laut, dalam rangka menjawab hasil panen yang berkelas. Mengingat dalam waktu dekat ini, investor dari luar Kota Tual akan menanam investasi, karena rumput laut Kota Tual sangatlah berkualitas maka bakal membangun pabrik rumput laut.
"Sebelumnya investor ingin membangun pabrik pengelolaan rumput laut di Nusa Tenggara Timur (NTT) namun, setelah dilakukan penilitian antara rumput laut Tual mulai dari Negeri Toyando, kesekian dan Dianpulau ternyata yang paling berkualitas adalah rumput laut yang dihasilkan oleh nelayan Kota Tual bila dibandingkan oleh umput laut di NTT, "katanya.

Ditambahkan, langkah praktis yang telah diambil Pemeritah Kota Tual guna mendatangkan peluang investasi yang besar untuk mensejahterakan masyarakat, maka pihaknya akan memaparkan semua potensi sumber daya alam saat pelaksanaan Maluku-Maluku Utara Invesmenday. (mg-5)Siwalima